DUBES Jerman untuk Indonesia Norbert Baas menyatakan akan ikut
mempromosikan mobil Kiat Esemka kepada pihak terkait di negaranya,
terutama pelaku industri otomotif (SM, 29/01/12). Selangkah lagi capaian
mobil karya rakitan siswa SMK itu dalam kaitannya dengan apresiasi.
Sebagai produk, mobil itu memiliki beberapa hak kekayaan intelektual
(HKI), misalnya hak cipta desain atau merek/ logo yang biasanya menempel
di bodi.
Termasuk komponennya, semisal alat penggerak berbasis teknologi
(mesin, bak persneling, kaca jendela yang bisa dinaikturunkan, atau
bagasi yang tinggal menekan kenop untuk membukanya dan sebagainya).
Teknologi yang dipakai itu disebut (barang) paten. Hak kekayaan
intelektual yang lain adalah desain industri yang merupakan kreasi
menyangkut bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis untuk menghadirkan
estetika.
Juga tata letak sirkuit terpadu, yang terdiri atas sejumlah elemen
aktif, dan sebagian atau seluruhnya berhubungan dalam semikonduktor
untuk menghasilkan fungsi elektronik. Beberapa mesin memiliki banyak
elemen yang berkaitan, yang dibantu aki akan menghasilkan fungsi
elektronik. Belum lagi rahasia pada mesin atau bagian/ perkakas lain
yang bersifat informasi tertutup, dalam arti bila rusak maka tak ada
yang bisa memperbaiki tapi harus menggantinya dengan yang baru.
Keberadaan HKI pada mobil Kiat Esemka menjadi perhatian banyak pihak.
Pasalnya, 80% komponennya kandungan lokal. Artinya, kita sudah
memproduksinya dengan alat, dan hasil produk itu secara logika
berpeluang mengandung (hak) paten. Baik mesin, hak cipta, desain, maupun
tata letak sirkuit terpadunya, semua mengandung paten. Artinya bisa
dimintakan sepanjang produsen ingin menjaga hak ciptanya.
Membeli Lisensi
Pemerintah tentu harus mendalami aspek itu agar di kemudian hari
tidak timbul masalah, dalam arti jangan sampai dianggap melanggar
kepemilikan HKI pihak lain. Kita bisa berkaca pada pernyataan beberapa
pakar mesin yang menyarankan produsen menyempurnakan beberapa bagian
yang mirip dengan mobil yang lebih dulu dipasarkan. Misalnya tampak luar
Esemka tipe sport utility vehicle (SUV) bisa dianggap mirip Honda CRV,
adapun tampak samping/ belakang sepintas dianggap menyerupai Ford
Everest.
Bila rakitan Esemka menggunakan komponen merek lain, misalnya untuk
sisa 20% kandungannya, apakah kita yakin bahwa paten mesin/ komponen itu
sudah lebih dari 20 tahun, yang berarti si pemilik komponen itu tidak
lagi memiliki hak paten atas barang tersebut.
Di Indonesia, hak paten berlaku 20 tahun, dan setelah masanya
berakhir, produk yang berpaten itu bisa digunakan masyarakat luas karena
dianggap milik umum. Contohnya Proton Saga (kini ada berbagai tipe),
mobnas Malaysia yang awalnya berbasis mesin Mitsubishi. Mitsubishi Corp
di Jepang tidak mempermasalahkan teknologi mesin Proton yang kemudian
diklaim milik Malaysia karena mereka menganggap itu sudah kuno (lewat 20
tahun), dan Mitsubishi sudah menanggalkan patennya.
Persoalan itu seyogianya menjadi pemikiran pemangku kebijakan terkait
rencana memproduksi Esemka secara massal. Bila paten pada komponen
kendaraan itu belum 20 tahun, artinya masih menjadi hak monopoli
pemiliknya maka jalan terbaik adalah membeli lisensi untuk jangka waktu
tertentu. Konsekuensinya kita membayar royalti, yang dituangkan dalam
kontrak lisensi.
Untuk mendapatkan hak kepemilikan dan perlindungan hukum atas merek
serta HKI lainnya berupa paten, sebaiknya desain industri dan desain
tata letak sirkuit terpadu Esemka didaftarkan ke Ditjen Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) di Tangerang Provinsi Banten. Hal itu untuk menjamin
terjaganya sebuah karya cipta nasional, yang sudah sepatutnya kita
lindungi. (10)
— Prof Dr Etty Susilowati Suhardo SH MS, Ketua Pusat Promosi dan
Publikasi Hasil Penelitian dan Layanan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Diponegoro
Sumber: suaramerdeka.com (2 Februari 2012)
No comments:
Post a Comment